Memang sulit untuk menjadi 'engsel', si 'pemegang' pintu supaya ia nggak lari ke mana-mana. Mau tak mau harus bisa. Agar daun pintu tak pergi terlalu jauh dari dinding. Dan dinding dapat terus mengukir senyum saat bertatap muka dengan sang daun pintu..
Weh. Berat ya kalau harus nemplok sana nemplok sini pada waktu-waktu yang tak terduga Suatu waktu ke 'pecahan' yang besar, di lain waktu harus beralih ke 'pecahan' yang lebih kecil. Begitu seterusnya.
Diawali dari 1 masalah, ternyata efeknya bisa ke mana-mana, merugikan orang lain yang mungkin tak ada sangkut pautnya. Sekarang aku cuma bisa jadi 'penonton' dari teater yang arah ceritanya masih belum bisa ditebak. Semoga aja yang salah bisa nyadar, dibukakan matanya, bertaubat, meminta maaf kepada yang ia aniaya. Semoga mereka yang dianiaya bisa merangkul dengan lapang dada, memberi maaf dengan tulus. Semoga yang tali silaturahminya sempat pecah, bisa diperbaiki lagi & nyambung seperti sedia kala (walau nggak semulus dulu).
Ayolah, we ought to be tough! Mungkin ini uji kedewasaan ya. Ayo ayo, aku mau lihat siapa yang lebih dewasa di sini
Ya, saat ini aku hanya bisa menjadi 'engsel' yang menonton si dinding & si pintu..
Ada nggak ya pelajaran yang membahas kehebatan engsel? Wanna know what to do nih Sementara dalam pencarian, enjoy-in dulu aja ah, hop hop hop~~~
~after a precious time chitchatting with best friend (;~
No comments:
Post a Comment