Saturday, 24 January 2009

Obrolan Kami, Beda ;D

Hmmm kalau dipikir-pikir banyak juga temanku di kelas yg already taken, alias punya pacar. Memang, topik obrolan dengan kawan kini dibanding pas SMA dulu sudah agak bergeser. Yg dulu rame dengan si dia udah jadian & ditembak pas tahun baru, sekarang jadi hm kalau mau nikah nanti kayanya aku pengen yg sesama dokter deh, biar pas praktek nanti bisa diskusi.


Atau pernah denger ini?


Makanya nak, carinya yg lebih tua aja dari kita. Selain si lelaki sudah punya pekerjaan, wanita itu kan secara emosional lebih labil daripada si lelaki, supaya bisa ada yg tenangin kita. (apa selalu begitu?)


Atau yg begini??


Duh ko-as cuakep itu kenapa ya? Masa dari tadi dia ngelirik terus ke sini?? Jangan-jangan dia naksir lagi *dig dug lub dub dub* (ada cabe menclok di gigi kaleee )


Intinya, anak kuliahan udah bisa bicara nikah bowww
Hmm tak kupungkiri kalau kadang aku merasa "Masya Allah! Bener ya? Koq rasanya cepat banget udah pada ngomongin nikah segala?".


Ga hanya itu.
Beberapa teman juga sepertinya mulai menseriusi hubungan mereka sebagai pacar yg mungkin nantinya akan berlanjut ke jenjang rumah tangga. Dengan kata lain, sembari belajar juga sembari mematangkan diri untuk menjadi seorang suami & seorang istri.


Whoaaa...
Secepat itu kah? Atau diriku saja kah yg terlambat memikirkan itu semua?
Pernah kuberpikir begitu bahagianya mereka-mereka yg telah menikah (termasuk beberapa temanku ) sehingga insya Allah mereka bisa hidup bersama dengan orang tersayang. Siapa yg nggak mau??


Lagian Allah SWT juga berfirman di QS 53 ayat 45:
"...dan sesungguhnya Dialah yg menciptakan pasangan laki-laki & perempuan..."
Subhanallah, siapa sih yg pengen menolak menikah?


Caranya juga bermacam jenis.


Ada yg memperbanyak kenalan. Entah SKSD sama kakak kelas (ih nggak banget!), atau melirik-lirik adik kelas yg lagi ada kuliah (ckckck ) supaya banyak yg kenal sama kita. Otomatis antrean membanjir (mungkin )


Ada yg mulai mencari dari sekarang. Hm setidaknya berkawan dekat lah. Kalau ada yg sreg, boleh lah dilirik, boleh lah diperdalam profilnya (jadi ingat mbak-mbak di counter-counter baju Ps Mangga Dua )


Ada juga yg benar-benar diniatkan untuk konsen dulu ke kuliah. Pokoknya belajar itu yg terpenting, NOMOR SATU! Yg lainnya? NO WAY! Terkadang ada beberapa yg berpikiran untuk dicarikan & dikenalkan oleh ortu saja (biasanya sih ortu seneng buanget!!!). Mengapa? Biasanya pilihan ortu kualitasnya terjamin, juga gampang ridhonya & rumah tangga awet sampai tua, walau tak sedikit yg keukeuh berpendapat "Ini mah udah zamannya Cinta Fitri, bukannya SITI NURBAYA lagi atuh". Hmmm...


Tak lupa juga, beberapa teman memilih cara bertaaruf, dengan menuliskan biodata diri & dengan pertolongan perantara yg dipercaya (seperti ustadz atau ustadzah yg telah menikah) untuk menukarkannya dengan seorang ikhwan yg kita sreg/bahkan dipilihkan juga oleh sang perantara (wah, sudah lama aku tahu tentang hal ini, tapi baru teringat sekarang ).
Jadi ingat, pernah ada seorang kawan non Islam yg bertanya apa yg tukar biodata begitu itu adalah Islam murni? (ups berarti kalau gitu ada Islam modern alias campur aduk dunk ). Ya wes kujawab aja (dengan tak enak hati) mestinya kalau menikah ya begitu yg baiknya. Jujur kalau aku ditanya "koq umat Islam lainnya nggak kaya begitu? Malah banyak yg pacaran", aku ga bisa jawab. Untungnya pembicaraan beralih ke topik lain. Alhamdulillah ya Allah, sungguh aku tak tahu harus jawab apa . Mengiyakan malah membuat agama jatuh di depan agama lain, sungguh have no idea...


Kembali ke topik asal.
Dari sebegitu banyak pilihan dalam mencari jodoh (cieh ciehhh ), bakal punya cerita & kenyamanan tersendiri bagi masing-masing. Entah ingin yg simpel-simpel aja, ataupun ingin memilih secara merdeka tanpa paksaan pihak lain (Pemilu kali ). So, pilih yg mana?


"Tiga orang yg akan selalu diberi pertolongan oleh Allah adalah seorang mujahid yg selalu memperjuangkan agama Allah, seorang penulis yg selalu memberi penawar, & seorang yg menikah demi menjaga kehormatan dirinya" (Hadist dari Abu Hurairah yg diriwayatkan Imam Ath-Thabrani)


240109; 19.09 WIB
Kota Sungai Musi
~Kamar~

Friday, 23 January 2009

Berani Untuk Berani

"Hei, jangan keluar dulu donk. Kita masih diskusi"

Hal yg sejak dulu masih susah diwujudkan, hanya bisa dilakukan oleh sebagian orang, terutama terhadap hal-hal yg orang-orang kebanyakan lebih memilih untuk diam saja. Hmm tapi walau tak berani dalam tindakan nyata, seseorang itu bisa saja berani menegakkan suatu kebenaran di media lain. Bukan dalam tingkah laku yg nyata, tetapi melalui nyanyian lagu, atau tulisan misalnya. Mengeluarkan unek-unek dengan tulisan (ketikan?) tangan yg tidak selancar ketika kita mengkritik seseorang dengan perkataan dari bibir.

"Masa sudah selesai Ni? Mubazir ih kalau nggak dimakan"

Memperingatkan seseorang terkadang segan kita lakukan. Padahal jelas-jelas apa yg ia lakukan itu salah. Namun diam seribu bahasa, anggapan sudah lumrah, dan beribu alasan lainnya dilontarkan, supaya tak kena oceh si yg diperingatkan, supaya tak timbul masalah baru, supaya diri ini aman.

Sering kali setelah berani mengungkap kalau sesuatu itu lah yg benar, membuat diri kita legaaaaaaaaa bangeeeetttttt! Tapi tak jarang jerat syaithan + kepengecutan kita bergabung untuk membentuk suatu aksi diam-saja.com.

Sejak lahir, hingga kini, aku belum berani mencicipi bagaimana rasa keberanian mengungkap kebenaran itu. Oke, rasanya ada yg mengganjal ketika tahu bahwa itu adalah SALAH, seharusnya yg BENAR itu begini begitu bla bla bla...

Seorang teman yg bertugas membuat laporan kelompok membuatku salut. Ia berani tak mencantumkan nama temannya gara-gara ia tak mengumpulkan data yg menjadi bagiannya untuk dikerjakan.

Salah?
Tak juga. Yg salah itu orang yg TIDAK memenuhi apa yg menjadi tanggung jawabnya.

Sanksi/hukumannya harusnya dari siapa?
Entah.
Dari dosen yg bersangkutan? Hmmm... Kaya anak kecil donk bisanya cuma ngadu.
Dari ia si pembuat laporan? Entah boleh entah tidak, tapi mungkin ini satu-satunya cara agar ia yg tak bertanggung jawab jadi sangat menyesal, karena akibatnya ia tak mendapat nilai. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali ia seperti itu. Wajar donk orang yg dianiaya (baca: pembuat laporan yg jadi bertambah beban kerjanya) ingin membuat yg tak bertanggung jawab itu jera

"Tolong ya, kalau di kelas itu jangan ribut. Kami jadi nggak bisa belajar dengan konsen nih!!!"

Sebuah kalimat yg menyeramkan namun menegakkan suatu kebenaran.

Kenapa menyeramkan?
Karena siap-siap saja kita dikucilkan oleh teman-teman sekelas.

Kenapa menegakkan kebenaran?
Karena itu benar. Hormatilah seseorang yg sedang berbicara di depan kelas, tentu kita nggak mau kan kalau kita dicueki saat sedang berbicara di depan? Dicueki sama dengan mempermalukan.

"Maaf mas mbak, jangan pacaran di pojokan gitu donk. RISIH"

Kapankah keberanian itu singgah di diri ini, yg jarang bahkan belum pernah merasakan leganya menyingkirkan sesuatu yg salah? Ataukah diriku ini masih dipenuhi berbagai macam kesalahan sehingga takut menegakkan kebenaran?

Wallahu 'alam...



230109; 13.34 WIB
Kota Sungai Musi
~Kampus Seruni~

Friday, 16 January 2009

Fase Relaksasi + Pengamatan

Akhirnya...

Aku masuk ke blog lagi, setelah lama ditelantarkan sejak awal blok 10 di tengah Desember lalu. Hix, lama juga ya =O Lagipula memaksakan diri untuk hanya memposting tulisan yang bagus-bagus saja hanya akan mematikan kekreativitasan diri. Akh sudahlah Nis, tulis saja saat kamu ingin menulis. Jangan terpaku pada keinginan hanya ingin memposting yang bagus-bagus saja.

Hm...

Oke...

Di tengah kesibukan kuliah + kegiatan yang (sebenernya) ga banyak, entah kenapa bikin aku lelah. Jengah. Aku pernah seharian ngantuknya sangat sangaaaattttt!!! Sampai-sampai di rumah pernah tidur paling awal (bayangkan, jam setengah 7 malam abis maghrib dah tidur!!! XO), bangunnya alhamdulillah paling pagi jam 3an dini hari hehe.

Hm...

Ada apa dengan diriku?

Beberapa hari belakangan ini setiap pagi hendak mandi entah kenapa air di bak terasa dingin bangettt. Nggak kaya biasanya. Bukan cuma air kamar mandi, belakangan juga kalau bangun pagi rasanya udaranya tuh dingiiiiiinnnnnn bangeeetttttt!!! Serasa lagi camping di pegunungan (haha *lebay mode:on*), entahlah, hal itu jadi bikin aku ingat sama jalan-jalan ke Cilember dulu =)

Sudah 1 bulan kulewati blok 10 ini. Awal Februari sudah ujian lagi. Whoaaa!!! Mohon do'akan ya teman-teman X'(

Untuk sementara, di akhir minggu ini, biarlah diriku tenang, tenang dari kesibukan kuliah + acara yang sebenernya ga banyak itu tadi. Hehehe. Cukup cerita hari ini. Just relax then...

Monday, 5 January 2009

Sesuatu Yg Paling Menyiksa...

Sudah lama hal itu terjadi. Delapan, atau sembilan tahun lalu. Aku tak ingat persis bagaimana kronologisnya, tapi yang jelas sangat kuingat akhir dari kejadian itu. (hampir) semuanya menjauh, termasuk orang yang telah kubuat tersinggung hatinya, kecuali mungkin mereka-mereka yang tak paham apa masalahku, sehingga mereka tak punya alasan (tak tahu?) mengapa mereka harus menjauhiku. Alasan “masih anak kecil” mungkin dapat jadi penyelamatku, karena wajar saja anak kecil membuat kesalahan yang mereka sendiri saja tak tahu apa itu benar atau salah. Hei, tapi saat itu aku telah baligh. Lalu?

Hari ini, klik demi klik pada 'kotak canggih' tak sengaja mengarahkan pandanganku ke foto-foto itu. Foto-foto masa SMA yang takkan terlupa menurut orang-orang namun takkan ingin diingat menurut pikiranku. Hm... tak semuanya, hanya beberapa yang kupikir sebaiknya hal tersebut tak ada.

Saat jenjang tengah & akhir masa HS aku kembali bertemu dengan ia, yang hatinya pernah (tak sengaja?) ku’sayat’. Ia masih seperti dulu. Agak tomboi. Ingin kusapa ia, seperti biasanya seseorang ingin bersapa dengan seorang kawannya. Tapi... lidah ini kaku. Rasanya ada ‘dinding’ tak terlihat yang membatasi diriku dengannya. Entah ia merasa atau tidak. Aku tak menemukan keanehan ini pada teman-teman yang lain. Ia tampak seperti biasa saja terhadap semuanya. Aku hanya temukan ‘dinding’ tersebut di antara aku & dia. Seakan saat denganku ia tak sebiasa ketika berpapasan dengan segudang teman-teman yang lain.

Akhirnya waktu benar-benar mengantarku sampai ke perpisahan HS. Lagi-lagi aku harus berkaku-kaku ria. Aku sendiri sebenarnya tak terlalu ingat apa kesalahanku. Kalaupun ingat, aku juga tak tahu & tak mengerti mengapa kata-kata yang menyakitkan hati seorang manusia bisa keluar begitu saja. Kenapa ya? Kurang kontrol lidah kah? Kesalahan saraf hipoglossus kah?

Diriku kembali ke foto-foto tersebut.

Terpampang foto-fotonya saat perpisahan. Aku tak berani melihatnya. Terutama matanya, yang seakan menyampaikan sesuatu yang tersirat padaku. Sesuatu yang mengatakan “diriku bersalah... aku punya salah besar...”

Sampai saat ini suara itu masih terngiang, makin buruk ketika teringat ataupun melihat wajahnya. Alhamdulillah seorang manusia biasa memiliki daya ingat terbatas. Saat lupa akan ia mungkin jadi saat yang bahagia :) Hehe, mungkin begitu...

Saat 8-9 tahun lalu itu, saat bersama-sama dengannya dulu mungkin aku hanya bercanda. Namun aku tak sangka, ia, juga teman-temannya jadi menjauh...

Cuek...

Sinis...

Kau tahu? Didiamkan lebih sakit.
Sakit banget, daripada sekedar diocehi panjang lebar kuadrat.

Mungkin aku pengecut. Aku tak (belum?) berani berterus terang kalau aku bersalah. Hal seperti ini mungkin masih kubawa-bawa, hingga sekarang. Aku takut bercanda. Aku takut timbul korban lagi gara-gara ‘tusukan’ lidahku. Dinginnya sikap mereka masih terbayang, walau tak terlalu jelas di ingatan.

Apa akan ada saat ketika aku tak takut lagi melihat wajahnya di suatu tempat, bahkan dari sebuah foto ia sekalipun?


~berharap teman-temanku tidak berkurang lagi, cukup saat itu saja :)~
050109; 00.36 WIB
Kota Cuko Pempek