Friday, 23 January 2009

Berani Untuk Berani

"Hei, jangan keluar dulu donk. Kita masih diskusi"

Hal yg sejak dulu masih susah diwujudkan, hanya bisa dilakukan oleh sebagian orang, terutama terhadap hal-hal yg orang-orang kebanyakan lebih memilih untuk diam saja. Hmm tapi walau tak berani dalam tindakan nyata, seseorang itu bisa saja berani menegakkan suatu kebenaran di media lain. Bukan dalam tingkah laku yg nyata, tetapi melalui nyanyian lagu, atau tulisan misalnya. Mengeluarkan unek-unek dengan tulisan (ketikan?) tangan yg tidak selancar ketika kita mengkritik seseorang dengan perkataan dari bibir.

"Masa sudah selesai Ni? Mubazir ih kalau nggak dimakan"

Memperingatkan seseorang terkadang segan kita lakukan. Padahal jelas-jelas apa yg ia lakukan itu salah. Namun diam seribu bahasa, anggapan sudah lumrah, dan beribu alasan lainnya dilontarkan, supaya tak kena oceh si yg diperingatkan, supaya tak timbul masalah baru, supaya diri ini aman.

Sering kali setelah berani mengungkap kalau sesuatu itu lah yg benar, membuat diri kita legaaaaaaaaa bangeeeetttttt! Tapi tak jarang jerat syaithan + kepengecutan kita bergabung untuk membentuk suatu aksi diam-saja.com.

Sejak lahir, hingga kini, aku belum berani mencicipi bagaimana rasa keberanian mengungkap kebenaran itu. Oke, rasanya ada yg mengganjal ketika tahu bahwa itu adalah SALAH, seharusnya yg BENAR itu begini begitu bla bla bla...

Seorang teman yg bertugas membuat laporan kelompok membuatku salut. Ia berani tak mencantumkan nama temannya gara-gara ia tak mengumpulkan data yg menjadi bagiannya untuk dikerjakan.

Salah?
Tak juga. Yg salah itu orang yg TIDAK memenuhi apa yg menjadi tanggung jawabnya.

Sanksi/hukumannya harusnya dari siapa?
Entah.
Dari dosen yg bersangkutan? Hmmm... Kaya anak kecil donk bisanya cuma ngadu.
Dari ia si pembuat laporan? Entah boleh entah tidak, tapi mungkin ini satu-satunya cara agar ia yg tak bertanggung jawab jadi sangat menyesal, karena akibatnya ia tak mendapat nilai. Bukan hanya sekali, tapi berkali-kali ia seperti itu. Wajar donk orang yg dianiaya (baca: pembuat laporan yg jadi bertambah beban kerjanya) ingin membuat yg tak bertanggung jawab itu jera

"Tolong ya, kalau di kelas itu jangan ribut. Kami jadi nggak bisa belajar dengan konsen nih!!!"

Sebuah kalimat yg menyeramkan namun menegakkan suatu kebenaran.

Kenapa menyeramkan?
Karena siap-siap saja kita dikucilkan oleh teman-teman sekelas.

Kenapa menegakkan kebenaran?
Karena itu benar. Hormatilah seseorang yg sedang berbicara di depan kelas, tentu kita nggak mau kan kalau kita dicueki saat sedang berbicara di depan? Dicueki sama dengan mempermalukan.

"Maaf mas mbak, jangan pacaran di pojokan gitu donk. RISIH"

Kapankah keberanian itu singgah di diri ini, yg jarang bahkan belum pernah merasakan leganya menyingkirkan sesuatu yg salah? Ataukah diriku ini masih dipenuhi berbagai macam kesalahan sehingga takut menegakkan kebenaran?

Wallahu 'alam...



230109; 13.34 WIB
Kota Sungai Musi
~Kampus Seruni~

No comments: