Pengen deh bisa nangis dengan puas di pangkuan ortu layaknya anak kecil kehilangan permen, masih polos ya.
Kalau sekarang mah gengsi dengan beliau-beliau. Udah dewasa (?) koq cengeng.
Yang ada, tangisan karena masalah yang kita hadapi tsb malah membuat mereka khawatir. Hmmmm padahal kan manusia itu nggak bisa nggak nangis ya.
Kalau nggak bisa nangis (apalagi nggak bisa nangis karena takut akan Allah SWT), waduh, apa iya hatinya sudah membatu?? Na'udzubillah.
Komik Doraemon yang pernah kubaca menampilkan sosok ayah Nobita yang mabuk-mabukan ketika pulang ke rumah (suatu contoh buruk yang nggak boleh dicontoh
). Ada apa sih?
Olala...
Huff...
Mamanya Nobita malah jadi bahan amukan. Amarah ayah kian menjadi. Nobita & Doraemon berinisiatif mencari jalan keluarnya.
Dengan bantuan mesin waktu, akhirnya ayah Nobita dipertemukan kembali dengan ibunya a.k.a neneknya Nobita yang meninggal waktu Nobita masih balita.
Apa yang terjadi??
Sang ayah langsung menangis. Terisak-isak seperti anak kecil, terlihat seperti merengek-rengek. Ayah Nobita ternyata curhat kepada ibunya (konon katanya orang yang sedang mabuk itu menjadi jujur
). Ternyata sampeyan mabuk karena disindir & diperolok-olok sama bosnya.
Selang beberapa waktu, ayah Nobita akhirnya kembali tenang, dan tertidur pulas di pangkuan ibunda tercinta, yang nyatanya di masa kini sudah tak ada lagi.
Huff... Menyedihkan sekaligus mengharukan ya.
Ayah Nobita tidak punya sosok yang dapat menghilangkan keluh kesahnya, yang dapat meringankan segala beban hidupnya, yang melegakan sesak di dada ketika masalah-masalah orang dewasa semakin bertumpuk, makin
complicated.
Biasanya orang-orang curhat dengan mereka yang lebih berpengalaman. Yang sudah lebih banyak 'makan garam'. Dan biasanya ciri tsb ditemukan pada orang-orang yang usianya lebih tua.
Apakah semakin dewasa atau tua umur seseorang lantas tak ada lagi tempat curhat, tempat berkeluh kesah, untuk mereka ya
?
Ya Allah. Tak apa aku sendiri, asalkan masih bersama Engkau... ~151109; 02.40 WIB~