Wednesday, 1 July 2009

Jilbab di Jum'at Kelam


Hari ini seorang temanku berulang tahun, akhirnya dia telah berkepala 2. Hmmm setelah diingat-ingat, dia memang temanku di sekolah sekitar 6 tahunan yg lalu. Suatu kenangan yg agak pahit namun bikin heran tiba-tiba terbayang di kepalaku.


***


Saat itu sedang hari Jum'at, yg dulu jadi hari yg diramaikan oleh kerudung-kerudung putih di atas kepala para murid perempuan. Hari Jum'at seluruh murid diwajibkan pakai baju muslim, plus yg wanita harus pakai jilbab warna putih.


Waktu itu di kelas kebetulan guru belum datang (lupa guru apa). Yah biasalah anak-anak jadi pada ribut, ramai ga karuan. Sebagian ada yg menyampirkan kerudung segi 4nya di pundak, walau yg lainnya masih dengan patuh memakainya utuh seperti jilbab betulan, tapi kebanyakan juga ga rapi-rapi amat. Kerudungnya acak kadut. Masih kelihatan rambut ke mana-mana. Hmmm demi menaati peraturan sekolah (menghindari hukuman?), jadi jelas tak ada yg berani menentangnya, karena bisa-bisa disetrap. Atau disuruh berdiri di kelas. Atau kebetulan kepergok guru killer yg pada hari itu kebetulan piket, tahu-tahunya malah dimarah-marahi di hadapan banyak orang pula. Hiy! Seram!


Aku duduk di bangku tengah sebelah kiri. Temanku itu (anggap aja namanya S) duduk di seberang bangku aku, di bangku tengah sebelah kanan aku. Semua, juga kami terlanjur ribut. Aku bercanda-canda dengan teman yg sebangku denganku, memamerkan kotak makanan yg lauknya enak-enak *dasar anak eSeMPeh!*. Begitu juga dengan si S, dia terlalu asyik bergerumul dengan teman-temannya. S kepalanya 'hitam' alias ga berkerudung, sama seperti aku.


"Kenapa S koq ga pake?"

"Ga bawa, hihi"

"Ga takut dimarahin bu H?"


S cuma cengar-cengir. Heuh memang anak yg satu ini cuek. Kayanya dia ga takut saa bu H. Bu H itu guru terkiller, yg paling disegani anak-anak sekaligus menyeramkan kalau sedang ujian matematika. Ntah kenapa. Mungkin soal-soalnya susah-susah (dan memang benar ).


Hingga sampai ke suatu momen. Tiba-tiba anak-anak di kelas perlahan jadi hening. Kerudung yg disampirkan kembali dipakai. Yg ditaruh di pundak segera disambar lalu dipasang di atas kepala, kedua ujungnya melingkari leher, dan diikat di belakang.



Lalu aku sadar, ada seorang guru wanita yg (kata anak-anak) menyeramkan itu. Barusan aja diomongin. Bu H. Hari Jum'at beliau pun ikut mematuhi aturannya. Pakai jilbab juga.



Dodolnya aku tetap cuek. Pengen tahu aja gimana jadi cuek kaya S. Lagian cuek-cuek gini aku juga masih ditemenin sama S yg ga pakai kerudung. Lagi-lagi aku masih sibuk dengan lauk istimewaku hari itu, yg super duper wuenak, padahal teman sebangku udah ketakutan, udah beritahu aku yg keasyikan ngobrol dengan super cueknya. UGH!



Dan secepat kilat pula tampak Bu H berjalan, dan ternyata menuju ke arahku.



Akh. Telingaku dijewer.



"CEPET PAKE KERUDUNGNYA!
"


Auwww.

Jeweran yg menyakitkan.

Bentakannya?
Hebat.
Seram.
Menggelegar.



Kelas benar-benar jadi hening, sehening-heningnya. Ga ada yg berani bersuara.



Seketika itu juga Bu H berbalik badan, berlaku & membentak dengan hal & kalimat yg sama kepada S, seperti perlakuan Bu H kepadaku.



Auuwww.

Aduduh aduduh.

Sakit banget bu, saya ga bohong.

Air mataku langsung tumpah.

Aku nangis, tapi ga merengek. Cuma keluar setetes demi tetes. Makin lama makin banyak.



Aku malu dilihat teman-teman. Dijewer sampai dilihat oleh seisi kelas, apa itu ga bikin malu & pengennya bersembunyi ke mana aja asal ga ketahuan orang? Akh. Sakit bu.



Saat melihat S ga membuat aku berhenti menangis. S masih aja cengar-cengir. Teman-teman yg duduk di belakangnya aja melongo. Ga kelihatan satupun air mata yg menetes. Wahhh... S... terbuat dari apa ya hatimu? Yg ada aku hanya makin ga bisa berhenti menangis. Gara-garanya, ga ada yg temenin aku nangis (soalnya kan sama-sama dijewer ). Terus, kalau udah terlanjur nangis, aku susah berhenti. Akh.... makin menjadilah...



Bu H pun melenggang pergi. Ga peduli aku nangis ataupun S meringis sakit tapi masih cengengesan, yg jelas sepertinya Bu H cuma ingin si kerudung-kerudung kembali dipakai. Anak-anak di kelas cuma bisa terpaku. Ga ada yg bisa membela, soalnya gimana mau membela, Bu H itu salah 1 guru killer yg ada di sekolah. Berani melawan, berarti berani disetrap/dihukum. Kondisi aku & S termasuk yg beruntung, karena kami 'cuma' dijewer, ga dikasi hukuman yg lebih berat.



Hiksss... Ga lagi-lagi deh pamer-pamer makanan enak sama teman sebangku. Teman sebangku aku cuma bisa menatap kasihan. Ga berani ngajak aku ngomong. Sama-sama masih takut sama aura 'neraka tapi surga' tadi.


Ahhh kasihan deh gw ga ditemenin nangis, hihihi.



***


Sudah hampir 6 tahunan sejak insiden tersebut.



Ketika memberi suatu pesan "selamat ultah" ke S yg baru aja berkepala 2, aku membandingkan dirinya dulu dengan sekarang. Dulu rambutnya panjang, namun alhamdulillah dia telah menutupinya dengan jilbab, lumayan rapi.



Aku? Alhamdulillah, insya Allah telah berjilbab juga. Semoga bertahan hingga akhir hayat. Aamiin.



Bu H? Hmmm suatu hari aku pernah melihat sekolah kami masuk TV. Ternyata beliau menjadi orang penting di sekolah kami itu. Dan terpampanglah beliau di layar kaca. Rambutnya masih seperti dulu, sama panjang. Namun sepertinya agak berbeda, rambutnya jadi agak lebih lurus.



210509; 20.39 WIB
~kota Bari~

No comments: